Friday, March 14, 2008

BNI cari mitra kembangkan multifinance

14 Maret 2008
Bisnis Indonesia

JAKARTA: PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk tengah mencari mitra strategis untuk menjual sebagian saham PT BNI Multifinance guna peningkatan bisnis di sektor pembiayaan. Dirut Bank BNI Tbk Gatot Suwondo mengatakan hal itu dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis pembiayaan oleh BNI Multifinance untuk kepemilikan sepeda motor ataupun mobil. Bank tersebut memiliki 99% saham lembaga keuangan itu. "Kami masih mencari mitra strategis, sekarang masih berhitung. Yang diperlukan adalah memiliki keahlian dan tentu saja punya uang," ujar Gatot kepada pers di Jakarta, kemarin. Dia mengatakan saat ini masih dilakukan kalkulasi berapa jumlah saham yang akan dilepas bank tersebut di BNI Multifinance. Gatot juga belum dapat memperkirakan kapan proses itu akan dilaksanakan. Selain BNI Multifinance, Gatot menuturkan bank itu juga berencana untuk mencari mitra strategis bagi anak usaha lainnya, seperti PT BNI Life Insurance dan PT BNI Sekuritas. Pada tahun lalu, Bank BNI memberikan suntikan modal sebesar US$20 juta guna memperkuat struktur permodalan. BNI Multifinance dulu dikenal dengan nama PT Swa Dharma Multifinance pada 1983 yang dimiliki Bank BNI dan American Express Leasing Corporation.

Gatot menuturkan pada tahun ini BNI akan memfokuskan penyaluran kredit di sektor perumahan dibandingkan dengan pembiayaan produk otomotif. "Jadi untuk auto-loan, akan diambil oleh BNI Multifinance," paparnya. Rencana aksi untuk membeli multifinance sudah bermunculan pada tahun lalu. PT Bank Mandiri Tbk kini masih menyeleksi sekitar lima perusahaan pembiayaan untuk memperkuat sektor konsumennya. Sejumlah BPD juga tertarik� dengan untuk membeli multifinance terkait peningkatan kreditnya di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia sebelumnya mengatakan saat ini lebih dari lima bank sudah melakukan penjajakan terhadap beberapa perusahaan pembiayaan. Dia menuturkan biasanya perusahaan pembiayaan yang cenderung diakuisisi adalah perusahaan dengan aset di atas Rp500 miliar dan di bawah Rp1 triliun. Sementara itu, multifinance beraset di atas Rp1 triliun biasanya memiliki pemegang saham cukup solid. Sinergi yang dilakukan perusahaan pembiayaan-sebagai anak usaha perbankan-sudah dilakukan PT Niaga Finance yang dulunya dikenal sebagai PT Saseka Gelora Finance sejak 1 Januari 2008. Perusahaan itu dimiliki oleh PT Bank Niaga Tbk. Saseka Gelora Finance telah melakukan integrasi dengan PT Bank Niaga Tbk, sebagai pemegang saham dominan guna melakukan ekspansi pembiayaan di sektor otomotif, terutama mobil. Melalui kerja sama itu, Bank Niaga tidak hanya melayani sektor individual dalam pemberian kredit mobil melalui customer banking, tetapi juga pelayanan kolektif bagi korporasi, tidak hanya membiayai mobil pribadi, tetapi juga kebutuhan produksi.

Konsolidasi bank BUMN menyeluruh

14 Maret 2008
Bisnis Indonesia

JAKARTA: Untuk meningkatkan nilai saham bank BUMN seharusnya Meneg BUMN tidak melepaskan konsolidasi pada setiap� bank, namun perlu membuat cetak biru secara keseluruhan. Eko B. Supriyanto, Direktur Biro Riset Infobank, mengatakan dari empat bank BUMN, kinerja PT Bank Negara Indonesia Tbk� belum seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk� dan PT Bank Mandiri Tbk. "Terdapat perbedaan masalah [di antara bank� BUMN], obligasi rekapitalisasi BNI sangat mepet tidak seperti Bank Mandiri. Lihat saja alasan Meneg BUMN ketika pergantian direksi BNI, salah satu karena harga sahamnya tidak naik. Nah, sekarang sudah diganti kok sahamnya malah jeblok. Bagaimana nih?" ujarnya pekan ini. Dia menambahkan salah satu cara untuk menaikkan nilai saham BNI dengan meminta untuk mengakuisisi PT Bank Tabungan Negara (BTN). Opsi itu, lanjutnya, bukan milik BRI atau Bank Mandiri karena nilai dua bank itu sudah tinggi. Menurut Eko, sekarang ini yang sangat dimanjakan adalah investor BRI, bukan nasabah bank. Jika BTN diakuisisi oleh BRI, jelasnya, nilai bank dengan fokus UKM itu terus meningkat. Sementara itu, bagi BNI tetap akan berat untuk menaikkan nilai sahamnya. "Nah, kalau BTN diakuisisi BRI maka nilai BRI akan terus meningkat. Sementara BNI masih berat mendongkrak nilai sahamnya. Pemerintah harus memikirkan secara menyeluruh dan tidak hanya berpikir sesaat saja," jelasnya. Meski begitu, jelas Eko, konsolidasi BNI dan BTN akan menimbulkan kontroversi karena para pemangku kepentingan BTN lebih nyaman IPO atau pahitnya lebih cocok ke BRI. "BRI akan seperti mendapatkan durian runtuh karena asetnya langsung melonjak menjadi bank No. 2 terbesar setelah Bank Mandiri, sedangkan BNI hanya akan tumbuh secara organik yang makin membuat bank ini tertinggal dari pesaingnya." Sampai saat ini, pemerintah belum mengeluarkan rencana konsolidasi bank-bank BUMN terkait dengan kebijakan single presence policy Bank Indonesia. Bank sentral memberikan batas kelonggaran sampai dengan 2010 bagi pemegang saham untuk mematuhi aturan itu.

BI: Perbankan masih aman

14 Maret 2008
Bisnis Indonesia

JAKARTA: Bank Indonesia (BI) memastikan industri perbankan dalam negeri dalam kondisi baik, kendati saat ini sejumlah lembaga keuangan dunia terancam bangkrut akibat resesi perekonomian Amerika Serikat. "Semua masih baik saja dari segi keuangan [baik perbankan maupun lembaga keuangan]," kata Deputi Senior BI Miranda Goeltom menjawab kekhawatiran salah satu audiens dalam diskusi buku Essays In Macroeconomics Policy: Indonesian Experience karya Miranda S. Goeltom di Jakarta, Selasa. Dia menjelaskan indikator perbankan Indonesia masih positif, hal itu dikarenakan kasus kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) tahun lalu hanya 4,8%, sedangkan penyaluran kredit mencapai 24%. Menurut dia, pengetatan regulasi perbankan yang selama ini dinilai sejumlah kalangan mengekang pertumbuhan industri perlu dilakukan untuk mengantisipasi gejolak ekonomi seperti saat ini. "Kebijakan pasar bebas bukan berarti membiarkan pasar bebas berkompetisi. Paradigma semakin ketat regulasi, semakin membatasi kompetisi adalah salah. Regulasi tetap diperlukan, terutama untuk pengamanan," paparnya.

BCA kembali gelar Gebyar Tahapan

14 Maret 2008
Bisnis Indonesia

JAKARTA: PT Bank Central Asia (BCA) kembali menggelar program Gebyar Tahapan BCA periode Maret-Juni 2008. Program tersebut kali ini memasuki tahun ke-19. General Manager Consumer Banking Stephen Listyo mengungkapkan para nasabah yang mengikuti tahapan kali ini adalah nasabah yang memiliki saldo rata-rata Rp5 juta per bulan. Setiap orang akan memiliki satu poin dengan saldo minimal tersebut. "Atas kepercayaannya kepada nasabah, para nasabah tidak hanya mendapat fasilitas pelayanan perbankan yang premium, tetapi juga berhak untuk mendapatkan kesempatan hadiah premium," ujar Stephen pekan ini. Hadiah utama yang disediakan kali ini adalah satu unit Lexus LS 460, sedangkan lainnya adalah belasan Lexus IS 300 dan ribuan televisi. (Bisnis/asa)

Perbankan dalam negeri masih jadi andalan

14 Maret 2008
Bisnis Indonesia

JAKARTA: Fasilitas pendanaan yang belum ditarik multifinance nasional hingga November 2007 mencapai Rp65,9 triliun dengan porsi terbesar bersumber dari perbankan dalam negeri senilai Rp51,4 triliun. Data Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK pada bagian rekening administratif menunjukkan fasilitas pinjaman, baik rupiah maupun valas, yang belum ditarik sampai November 2007 mencapai Rp65,9 triliun Dana tersebut terdiri dari sumber dana dalam negeri Rp57,08 triliun dan sumber dana luar negeri Rp8,84 triliun. Sumber dana luar negeri yang belum ditarik berupa pinjaman asing (offshore loan) porsi terbesar dari nonbank yaitu Rp5,19 triliun, sedangkan fasilitas pinjaman perbankan hanya mencapai Rp3,65 triliun. Perusahaan swasta nasional merupakan unit usaha yang memiliki jumlah pinjaman yang belum ditarik terbesar mencapai Rp37,52 triliun dengan komposisi pinjaman dalam negeri Rp35,09 triliun dan pinjaman asing Rp2,43. Perusahaan patungan (joint venture) memiliki total pinjaman yang belum ditarik sebesar Rp28,17 triliun dengan komposisi pinjaman dalam negeri Rp21,7 triliun dan pinjaman luar negeri Rp6,4 triliun.

Komite Teknis Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Efrinal Sinaga mengatakan sisa fasilitas pembiayaan industri multifinance Rp65,9 triliun terbilang relatif kecil jika dibagi dengan kapasitas dan kebutuhan pembiayaan industri yang mencapai 214 perusahaan. Menurut dia, fasilitas pendanaan multifinance didapatkan melalui berbagai sumber, salah satunya yang paling besar adalah melalui mekanisme joint financing dan channeling dari perbankan ataupun sumber lain. Selain itu, ada juga menggunakan obligasi. "Kalau sisa fasilitas pendanaan yang masih tersisa terbesar pada perbankan itu wajar karena kebutuhan pembiayaan paling besar adalah untuk pembiayaan konsumen yang mengandalkan sumber dari perbankan," katanya saat dihubungi Bisnis. Efrinal menjelaskan� multifinance setiap bulan mencatat ratusan booking pembiayaan yang nilainya cukup besar baik untuk sewa guna usaha, pembiayaan konsumen, kartu kredit, dan anjak piutang.

Sehingga, katanya, kebutuhan fasilitas pendanaan bagi perusahaan pembiayaan itu juga sangat tinggi dan harus tersedia sumber pendanaan yang siap digunakan kapan saja secara lebih leluasa. Dia menambahkan fasilitas pendanaan yang direncanakan industri multifinance harus lebih besar dari pembiayaan yang ditargetkan setiap tahunnya agar kegiatan pembiayaan berjalan lancar. Sebelumnya diberitakan perbankan telah menurunkan bunga pinjaman kepada usaha pembiayaan di level 10%-12% menyusul semakin rendahnya suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) di level 8%. Ketua APPI Wiwie Kurnia mengatakan pihak perbankan kini secara bertahap menurunkan bunga pinjaman kepada usaha pembiayaan. Dia mengatakan perbankan masih menjadi sumber dana yang paling dominan dibandingkan dengan mekanisme lainnya seperti penerbitan obligasi. Statistik Bank Indonesia menyebutkan pinjaman usaha pembiayaan pada perbankan selama 2007 mencapai Rp36,69 triliun atau meningkat 24,66% dari Rp29,43 triliun pada 2006.

Wewenang industri


Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK Freddy R Saragih mengatakan fasilitas pinjaman itu sepenuhnya merupakan kewenangan industri multifinance untuk mendukung kegiatan usahanya.Setiap perusahaan memiliki rencana pembiayaan dan fasilitas pinjaman sebagai sumber dananya baik dari perbankan ataupun sumber dana lain. Untuk penggunaan fasilitas pinjaman itu disesuaikan dengan permintaan pembiayaan itu sendiri. "Saat ini, untuk sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan, porsi terbesar masih mengandalkan dari perbankan dalam negeri, terutama untuk pembiayaan konsumen dan leasing yang transaksinya paling besar," kata Freddy.