12 Maret 2008
detikfinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) melihat dampak krisis suprime mortgage secara kapital belum mempengaruhi terhadap perbankan nasional karena sinyal-sinyal perbankan nasional masih cukup bagus.
"Secara capital, Bank Indonesia tidak melihat bahwa dampak suprime mortgage menyebabkan bank-bank di Indonesia menjadi buruk kondisinya. Sampai sekarang NPL 4,8%, CAR 19,3%, pertumbuhan kredit 24%, NIM masih tinggi ia menilainya masih oke dari sisi capital masih oke, tapi dari sisi trade channel itu berbahaya," kata deputi gubernur senior BI Miranda Goeltom di Gedung BPPT, Selasa (11/3/2008).
Justru menurut Miranda dampak pada perdagangan atau trade channel yang perlu diperhatikan. Sehingga apabila terjadi pengurangan permintaan ekspor dari AS akan berdampak pada pertumbuhan ekspor dan berlanjut pada tenagakerja, yang berujung pada pertumbuhan ekonomi.
Sekarang ini kata Miranda, tanda-tanda itu mulai nyata karena AS telah menurunkan pertumbuhannya dari 2,2 % menjadi 1,5% bahkan sampai 1,3%.
"Apakah dampaknya terhadap Indonesia, apabila AS mengurangi permintaannya terhadap China maka Indonesia akan kena. karena permintaan China terhadap barang input dari Indonesia turun," ujarnya.
Ia mencontohkan misalnya AS mengurangi permintaan elektronik ke Malaysia maka akan berdampak penurunan ekspor sparepart elektronik dari Indonesia ke Malaysia.
"Pertumbuhan ekspor elektronik Malaysia diperkirakan akan turun dari 27% menjadi 14% pada tahun ini," katanya.
Namun ia mengatakan apabila AS mengalami kejatuhan ekonomi maka dari kacamata perdagangan langsung mungkin tidak akan terpengaruh.
"Kalau direct trade kita tidak melihat akan berdampak langsung bagi Indonesia, tapi kalau indirect trade hampir pasti kita akan kena," kata Miranda beralasan.
Menurutnya secara teoritis segala macam yang terjadi dalam perkembangan di dunia ini mempunyai dampak bagi Indonesia.
Terutama terkait kenaikan harga komoditi dunia, yang sekarang ini terus naik, akan terasa bagi negara-negara miskin.
"Hampir 95% pendapatan masyarakat Indonesia dipakai buat makanan dengan US$ 1.930 per kapita. Dampaknya akan berbeda dengan kenaikan komoditi pangan di negara seperti AS yang 15% dari pendapatannya dipakai untuk makanan," katanya.
detikfinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) melihat dampak krisis suprime mortgage secara kapital belum mempengaruhi terhadap perbankan nasional karena sinyal-sinyal perbankan nasional masih cukup bagus.
"Secara capital, Bank Indonesia tidak melihat bahwa dampak suprime mortgage menyebabkan bank-bank di Indonesia menjadi buruk kondisinya. Sampai sekarang NPL 4,8%, CAR 19,3%, pertumbuhan kredit 24%, NIM masih tinggi ia menilainya masih oke dari sisi capital masih oke, tapi dari sisi trade channel itu berbahaya," kata deputi gubernur senior BI Miranda Goeltom di Gedung BPPT, Selasa (11/3/2008).
Justru menurut Miranda dampak pada perdagangan atau trade channel yang perlu diperhatikan. Sehingga apabila terjadi pengurangan permintaan ekspor dari AS akan berdampak pada pertumbuhan ekspor dan berlanjut pada tenagakerja, yang berujung pada pertumbuhan ekonomi.
Sekarang ini kata Miranda, tanda-tanda itu mulai nyata karena AS telah menurunkan pertumbuhannya dari 2,2 % menjadi 1,5% bahkan sampai 1,3%.
"Apakah dampaknya terhadap Indonesia, apabila AS mengurangi permintaannya terhadap China maka Indonesia akan kena. karena permintaan China terhadap barang input dari Indonesia turun," ujarnya.
Ia mencontohkan misalnya AS mengurangi permintaan elektronik ke Malaysia maka akan berdampak penurunan ekspor sparepart elektronik dari Indonesia ke Malaysia.
"Pertumbuhan ekspor elektronik Malaysia diperkirakan akan turun dari 27% menjadi 14% pada tahun ini," katanya.
Namun ia mengatakan apabila AS mengalami kejatuhan ekonomi maka dari kacamata perdagangan langsung mungkin tidak akan terpengaruh.
"Kalau direct trade kita tidak melihat akan berdampak langsung bagi Indonesia, tapi kalau indirect trade hampir pasti kita akan kena," kata Miranda beralasan.
Menurutnya secara teoritis segala macam yang terjadi dalam perkembangan di dunia ini mempunyai dampak bagi Indonesia.
Terutama terkait kenaikan harga komoditi dunia, yang sekarang ini terus naik, akan terasa bagi negara-negara miskin.
"Hampir 95% pendapatan masyarakat Indonesia dipakai buat makanan dengan US$ 1.930 per kapita. Dampaknya akan berbeda dengan kenaikan komoditi pangan di negara seperti AS yang 15% dari pendapatannya dipakai untuk makanan," katanya.
No comments:
Post a Comment